Rabu, 16 Maret 2011

Indonesia dan ICERD

Annisa Aryati
10/296506/SP/23845

ICERD (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) merupakan sebuah kesadaran yang tumbuh setelah adanya Universal Declaration of Human Rights, bahwa semua manusia yang dimuka bumi terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hal apapun. Karena itulah PBB mengeluarkan konvensi yang lebih detail untuk mengatur masalah penghapusan diskriminasi rasial. Terlebih setelah adanya kasus apartheid di Afrika dan Nazi di Jerman , PBB pun memberikan pasal tersendiri untuk menghindari terjadinya politik Apartheid kembali.

ICERD baru diterima oleh PBB pada Resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965 dan efektif pada tahun 1969. Konvensi yang merupakan kesepakatan internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial ini terdiri atas pembukaan dengan 12 paragraf dan batang tubuh dengan 3 bab, yang terdiri atas 25 pasal. Hingga tahun 2000, sudah tercatat 156 negara meratifikasi CERD.
Diskriminasi rasial yang dimaksudkan dalam CERD adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pengutamaan, berdasarkan pada ras, warna kulit, keturunan atau kebangsaan atau suku bangsa yang mempunyai maksud atau dampak meniadakan atau merusak pengakuan, pencapaian, atau pelaksanaan hak asasi manusia dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya atau bidang kehidupan masyarakat yang lain.

Pemerintah Indonesia baru meratifikasi CERD pada tahun 1999 dalam UU no.29 tahun 1999. Proses ratifikasi ICERD ini cukup tersendat mengingat konflik yang terjadi di Indonesia yang melibatkan ras tionghoa pada era orde baru. Pemerintah Indonesia terlalu takut untuk ditindak di persidangan internasional. Walau demikian, langkah Indonesia meratifikasi ICERD ini belum bisa menggambarkan bahwa Indonesia terbebas dari diskriminasi rasial. Upaya penghapusan diskriminasi rasial di Indonesia berjalan lambat walau pemerintah telah melakukan beberapa langkah pembaharuan hukum terkait CERD ini. Pemerintah masih memberlakukan beberapa pasal yang diskriminatif sebagai contoh masih berlakunya UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang masih diskriminatif maupun Peraturan-peraturan Daerah (Ada UU yang lahir untuk menghapuskan praktek diskriminasi yaitu UU 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan namun disaat yang sama juga lahir UU yang diskriminatif yaitu UU 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan)

Indonesia masih sangat berpotensi memunculkan diskrimasi tersebut, mengingat Indonesia merupakan negara yang sangat heterogen. Rasa primordial yang masih kuat di masyarakat juga digadang menjadi penyebab diskriminasi rasial. Namun kita tetap mengharapkan Indonesia di masa depan dapat menjalankan ICERD sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati internasional tetapi tdak menghilangkan nilai-nilai ke-Indonesiaaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar