Kamis, 17 Maret 2011

ICERD: Dari Sejarah hingga Peran Kita

Yusnia Kurniasih
10/304977/SP/24341
No one is born hating another person because of the color of his skin, or his background, or his religion. People must learn to hate, and if they can learn to hate, they can be taught to love, for love comes more naturally to the human heart than its opposite – Nelson Mandela.
Sejarah kelam tentang diskriminasi rasial pasti telah akrab kita dengar terutama sebagai akademisi hubungan internasional. Tindakan diskriminatif terhadap kaum kulit hitam di Amerika, Politik Apartheid di Afrika Selatan, gerakan supranasional Jerman yang menganggap dirinya sebagai kaum yang sempurna yang menimbulkan pembantaian massal terhadap bangsa lain dan semua tindakan perbudakan yang pernah terjadi di seluruh dunia merupakan fakta yang tidak bisa kita lupakan sebagai anggota dari masyarakat internasional. Belajar dari sejarah ini, PBB sebagai organisasi negara-negara terbesar di dunia yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan dunia, membuat sebuah konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial yang dalam dunia internasional dikenal dengan International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD). Bentuk implementasi dari konvensi ini adalah pembentukan Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD) yang memiliki tugas untuk mengawasi kesetaraan ras dan non-diskriminasi.
ICERD mulai berlaku efektif sejak 4 Januari 1969 dan hingga kini hampir semua negara-negara dunia meratifikasinya. Indonesia sendiri meratifikasi konvensi ini pada tahun 1999 dikarenakan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa yang sedang merebak saat itu. Dengan meratifikasi konvensi internasional ini, bukan hanya Indonesia namun juga semua negara yang meratifikasinya, memiliki kewajiban untuk menghilangkan segala bentuk diskriminasi di negaranya dan menegaskan bahwa kebebasan dari diskriminasi merupakan hak dasar setiap manusia. Dalam hal pengawasan dan pendampingan, CERD memiliki kewenangan untuk memberikan peringatan pada negara (early warning procedure) dan juga mendampingi negara yang sedang melakukan proses penyelesaian masalah diskriminasi rasial ini (follow-up procedure).
Pasal yang menarik dalam konvensi ini adalah artikel keempat yang berisi kewajiban negara untuk menyatakan tindak pidana bagi semua penyebaran ide-ide yang didasarkan pada keunggulan rasial atau kebencian, hasutan untuk melakukan diskriminasi rasial, serta semua tindakan kekerasan atau hasutan untuk tindakan-tindakan tersebut terhadap setiap ras atau kelompok perorangan dari warna lain atau etnis asal, dan juga pemberian bantuan untuk kegiatan rasis, termasuk pembiayaan daripadanya. Negara juga wajib menyatakan ilegal dan melarang organisasi dan semua kegiatan propaganda lain, yang mempromosikan dan menghasut diskriminasi rasial serta tidak mengizinkan otoritas publik atau lembaga publik, nasional atau lokal, untuk meningkatkan atau menghasut diskriminasi rasial. Dari artikel ini dapat dipahami bahwa kewajiban untuk membasmi ide-ide mengenai diskriminasi haruslah dimulai dari entitas terkecil negara yakni individu, diri kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar