Rabu, 16 Maret 2011

ICERD Selayang Pandang

Pada 12 Desember 1960, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang isinya mengutuk tindakan-tindakan diskriminasi rasial, tindakan-tindakan diskriminasi terhadap suatu bangsa, juga sikap ketidaktoleranan dalam beragama. Resolusi ini dikeluarkan sehubungan dengan maraknya tindakan-tindakan diskriminasi yang dilakukan terhadap kaum Yahudi dan sebagai bentuk konsistensi PBB guna mencapai tujuannya, yakni memelihara keamanan dan perdamaian internasional serta mengeratkan hubungan antarbangsa. Dalam resolusi ini, terdapat dua poin penting:
1. Segala tindakan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, maupun budaya, yang mengandung unsur diskriminasi rasial atau diskriminasi terhadap suatu bangsa atau ketidaktoleranan dalam beragama merupakan pelanggaran terhadap Deklarasi Umum HAM;
2. Pemerintah dari seluruh negara dikerahkan untuk membuat langkah-langkah yang diperlukan dalam mencegah adanya tindakan-tindakan yang mengandung unsur diskriminasi rasial atau diskriminasi terhadap suatu bangsa atau ketidaktoleranan dalam beragama.

Isu ini kemudian berkembang hingga diadakan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (ICERD) di New York. Konvensi ini diterima oleh Majelis Umum PBB pada 21 Desember 1965 dan mulai berlaku efektif pada 4 Januari 1969. ICERD terdiri dari 25 pasal yang terbagi menjadi 3 BAB. Dalam BAB pertama, terdapat tujuh pasal, yakni:
• Pasal pertama, berisi pengertian “definisi rasial”;
• Pasal kedua, berisi kewajiban negara untuk menghapus, mencegah, dan menghindari tindakan maupun kebijakan yang bersifat diskriminatif;
• Pasal ketiga, negara-negara melarang adanya pengucilan rasial dan apartheid dalam wilayahnya;
• Pasal keempat, negara-negara harus menyusun undang-undang yang melarang penyebaran hasutan atau tindakan yang sifatnya diskriminatif;
• Pasal kelima, negara-negara menjamin hak setiap orang tanpa memandang ras, warna kulit, etnik ataupun kebangsaan;
• Pasal keenam, negara-negara menjamin adanya solusi hukum dan perbaikan atas kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan-tindakan diskriminasi;
• Pasal ketujuh, negara-negara, melalui edukasi, berusaha untuk memerangi diskriminasi rasial dan mengembangkan sikap toleransi.

Sejauh ini, ada 157 negara peserta yang telah melakukan penandatanganan. Namun, enam diantaranya, yakni Bhutan, Djibouti, Grenada, Guinea Bissau, Nauru, serta Republik Demokratik Sao Tome dan Principe belum meratifikasi. Indonesia telah meratifikasi ICERD pada masa pemerintahan Presiden Habibie. Hal ini dapat dilihat dalam UU RI Nomor 29 Tahun 1999. Sedangkan ada enam belas negara lainnya yang belum melakukan ratifikasi ataupun penandatanganan. Enam belas negara tersebut adalah Angola, Brunei Darussalam, Kepulauan Cook, Korea Utara, Dominika, Kiribati, Malaysia, Kepulauan Marshall, Negara Federasi Mikronesia, Myanmar, Niue, Palau, Samoa, Singapura, Tuvalu, dan Vanuatu.

Guna memantau implementasi dari ICERD, dibentuklah Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD) yang terdiri dari 18 ahli independen. Komite ini memeriksa laporan yang disampaikan oleh negara-negara mengenai implementasi ICERD di negara mereka. Negara-negara tersebut wajib menyampaikan laporan satu tahun setelah mereka, secara resmi, menerima ICERD dan selanjutnya menyampaikan laporan setiap dua tahun. Selain itu, komite juga melakukan pemantauan dengan tiga mekanisme lain (prosedur peringatan dini, pemeriksaan keluhan antarnegara, dan pemeriksaan pengaduan individual). Setiap tahunnya, komite bertemu di Geneva dalam dua sesi dimana setiap sesinya menghabiskan waktu selama tiga minggu.


Nur Ariani
10/296950/SP/23899

Tidak ada komentar:

Posting Komentar