Rabu, 16 Maret 2011

CERD, ICERD dan Indonesia

The Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD) atau dalam bahasa Indonesianya, komite yang bergerak dalam bidang penghapusan diskriminasi rasial adalah badan ahli independen yang memantau pelaksanaan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial oleh negara (ICERD).

Pada tanggal 21 Desember 1965, ICERD (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) diadopsi dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 2106 (XX) yang kemudian berlaku sejak tanggal 4 Januari 1969. Semua negara yang meratifikasi wajib menyampaikan laporan berkala kepada komite tentang bagaimana hak-hak yang sedang dilaksanakan. Negara harus melaporkan awalnya satu tahun setelah melakukan akses pada konvensi dan kemudian setiap dua tahun. Komite memeriksa setiap laporan dan memberikan rekomendasi. Selain prosedur pelaporan, konvensi juga menetapkan tiga mekanisme kinerja komite dalam menyelenggarakan fungsi pemantauan: prosedur peringatan dini, pemeriksaan pengaduan antar-negara dan pemeriksaan pengaduan individual. Komite juga menerbitkan penafsiran dari isi ketentuan hak asasi manusia, yang dikenal sebagai rekomendasi umum (atau komentar umum), mengenai isu-isu tematik dan menyelenggarakan diskusi tematik.

Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB telah ikut meratifikasi ICERD. Indonesia sendiri memiliki komisi yang bergerak dalam bidang HAM, yaitu Komisi Nasional HAM (Komnas HAM). Dalam laporan pengamatan CERD terhadap pengimplementasian ICERD di Indonesia, dikatakan bahwa Indonesia telah melakukan beberapa kebijakan yang memberikan dampak positif dan signifikan bagi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial, diantaranya:
1. Penghapusan aturan-aturan yang bersifat diskriminatif dalam masalah kewarganegaraan.
2. Pelarangan peggunaan istilah “pribumi” dan “non-pribumi”.
3. Penghapusan izin khusus untuk praktek agama, kepercayaan dan tradisi yang diikuti oleh warga Indonesia asal/keturunan Cina.

Meskipun Indonesia telah mengeluarkan banyak kebijakan sebagai bentuk pengimplementasian ICERD, masih saja terdapat kasus-kasus yang berpotensi menuai konflik SARA, diantaranya:
1. Pada tanggal 6 Agustus 2010, kasus makalah Walikota Singkawang yang menyinggung salah satu kelompok masyarakat (Melayu).
2. Pada tanggal 27 September 2010, diadakan survei yang menyatakan adanya diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS dalam mendapatkan pekerjaan.
3. Dan yang baru-baru ini terjadi pada tanggal 3 Maret 2011, adanya peraturan gubernur yang melarang pergerakan jamaah Ahmadiyah di Jawa Barat.

Hal ini menunjukkan bahwa penegakkan HAM dan pengimplementasian ICERD belum terlaksana dengan sempurna di Indonesia. Indonesia harus terus memperbaiki diri, harus terus mengsosialisasikan HAM, khususnya ICERD karena Indonesia adalah negara dengan multi-etnis, kepada masyarakat. Sehingga kasus-kasus yang berpotensi menuai konflik SARA tidak bermunculan dan menjadi batu kerikil bagi penegakkan HAM di Indonesia.

Regards,
Iqbal Zakky Hasbianto 10/297067/SP/23921

Tidak ada komentar:

Posting Komentar