Jumat, 18 Maret 2011

EFEKTIFITAS ICERD DI INDONESIA

Sayyid Nurnikmad Al-Zahir
09/286982/SP/23742

Semua manusia dilahirkan bebas dan sederajat dalam martabat dan haknya”
(Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 1)

Masalah diskriminasi rasial telah menjadi catatan kelam dalam perjalanan sejarah umat manusia didunia. Sejak beberapa abad yang lalu, diskriminasi rasial menjadi isu hangat penyebab berbagai konflik dan pertikaian diberbagai Negara, terutama pada abad pertengahan, dimana bangsa kulit putih Eropa melalui ekspansi besar-besarannya berusaha untuk menguasai daratan Asia, Afrika dan Amerika. Pada perkembangan selanjutnya, pandangan politik NAZI yang merasa derajatnya lebih tinggi dibanding bangsa lain dan politik Apartheid di Afrika Selatan yang mendiskriminasikan penduduk kulit hitam kian menambah kelam catatan mengenai sejarah  pelanggaran hak asasi manusia.  Sedikit demi sedikit timbul kesadaran dalam benak para negeri terjajah tadi yang dipelopori oleh para intelektual muda. Nasionalisme muncul dan tumbuh subur  untuk melawan imperialisme barat yang menyebabkan perang demi perang selama abad itu.
Pasca perang dunia II, karna didasari atas rasa perdamaian dan kesadaran fundamental bahwa setiap manusia memiliki kesetaraan harkat, derajat dan martabat tanpa membedakan ras, etnis dan warna kulit, para pemimpin dunia berinisiatif untuk membentuk International Convention on the Elimination of all forms of Racial Discrimination (ICERD) atau konvensi internasional yang menyepakati tentang permasalahan diskriminasi ras. Sebelum ICERD, PBB telah memberlakukan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia dan beberapa perjanjian internasional lain mengenai hak-hak asasi manusia, namun keberadaan DUHAM dan perjanjian lainnya tersebut kurang efektif karna diskriminasi rasial masih saja terjadi di banyak Negara.   
International Convention on the Elimination of all forms of Racial Discrimination atau Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial dibentuk pada 21 desember  1965 dan berlaku sejak tahun 1969. Sampai bulan Juni tahun 2000, ICERD diikuti oleh 156 negara peserta.
Lahirnya ICERD ini merupakan buah dari suatu pergulatan panjang dalam memperjuangkan komitmen terhadap kesetaraan diantara sesama manusia. Tujuan dari konvensi ini ialah dapat mengesampingkan perbedaan ras dan timbulnya rasa persamaan diantara umat manusia sehingga perdamaian dunia yang dicita-citakan oleh para pemimpin dunia tadi dapat terwujud. ICERD mendifinisikan diskriminasi rasial sebagai segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan dan atau pengutamaan berdasarkan pada ras, warna kulit, keturunan, kebangsaan atau suku  bangsa yang dimaksudkan untuk meniadakan suatu masyarakat tertentu. Kemudian, dengan dilatarbelakangi oleh konvensi ini, lahirlah The Committee on the Elimination of Racial Discrimination atau  CERD yang tugasnya memantau sejauh mana implementasi ICERD.
Di banyak Negara, ICERD menjadi landasan hukum setiap Negara untuk melindungi warga negaranya. Pada tahun 1999 atau tiga puluh tahun setelah diresmikan, pemerintah Indonesia baru  meratifikasi ICERD. Hal ini tertuang dalam UU No. 29 Tahun 1999 yang merupakan modifikasi ICERD kedalam tatanan hukum di indonesia. Dengan diratifikasinya ICERD ini, pemerintah Indonesia mempunyai tugas-tugas yang harus dijalankan seperti kewajiban untuk menghapus segala bentuk kebijakan yang diskriminatif, menata ulang peraturan yang mengesampingkan golongan tertentu dan memberi laporan secara berkala mengenai sejauh mana pengimplementasian ICERD ini dilakukan. Dalam perkembangannya selanjutnya, Indonesia yang merupakan sebuah bangsa majemuk dengan ratusan suku, bahasa, adat-istiadat dan budaya masih tergolong kedalam bangsa yang labil dan sarat dengan masalah diskriminasi. Keragaman budaya tidak menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang toleran terhadap segala perbedaannya. Tidak terhitung berapa banyak konflik yang berbau SARA telah menyulut pertikaian dimana-mana. Pertikaian antar suku, konflik agama, ras dan golongan kian bertambah dari waktu ke waktu. Kurangnya pengawasan dan ketegasan dari pemerintah dalam menangani masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia semakin menjadikan diskriminasi tumbuh subur di negeri ini. 
                                                                                                                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar